Selasa, 21 Juni 2016

air limbah




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
System pengolahan air limbah diklasifikasikan menjadi system sanitasi setempat dan system sanitasi terpusat. System sanitasi setempat adalah penanganan air limbah di tempat sumber penghasilannya. Contohnya adalah tangki septic dan sumur resapan. Tangk septic umumnya digunakan untuk mengolah limbah tinja. Sumur resapan digunakan untuk menampung air limbah lainnya (dapur, cucian, mandi) termasuk cairan dari tangki septic, yang selanjutnya diresapkan dalam tanah. Lumpur tangki septic secara periodic dikuras dan dihantarkan truk tinja menuju Instalsi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT).
Untuk air limbah hasil proses engolahan air minum pada umumnya diolah secara setempat. Hal tersebut merupaka kesatuan manajemen air dalam skala perusahaan. Karena iu pengolahan air limbah proses air minum merupakan sanitasi setempat.
System sanitasi terpusat adalah penanganan air limbah diluar tempat sumber penghasilannya. Air limbah dikumpulkan dan dialirkan melalui perpipaan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat. Jadi, IPLT merupakan system sanitasi terpusat bagi lumpur tengki septic.
Hasil pengolahan air limbah melalui IPAL maupun IPLT dapat dirancang untuk pembuangan keperairan sumber air baku atau dimanfaatkan sebagai irigasi lahan agrikultur atau pasukan kolam akuakultur. Dengan demikian, masing-masing system sanitasi mencakup komponen :
a.       Sumber air Limbah.
b.      Pengolahan air limbah.
c.       Pembuangan ke lingkungan..
d.      Segala sarana dan prasarana pengaliran air limbah
Tujuan sajian makalh ini adalah menyiapkan metode penjaminan mutu air secara akotoksikologi pada sumber asal air limbah, proses pengolahan sampai pembuangan ke lingkungan dan pemanfaatannya untuk berbagai kegunaan.
Adapun Kompetensi yang ingin di capai pada makalah ini adalah untuk :
1.      Mendeskripsikan prinsip proses pengolahan air limbah yang telah ada
2.      Menunjukkan konstribusi ekotoksikologi dalam proses pengolahan air limbah.
3.      Memahami pentingnya peringatan dini untuk penjaminan mutu air limbah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana deskripsi teknosfer air limbah ?
2.      Bagaimana melakukan kajian stimulant mesokosmos system sanitasi setempat?
3.      Bagaimana ekotoksikologi system sanitasi terpusat?
C.    Tujuan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui deskripsi teknosfer air limbah.
2.      Mahasiswa dapat melakukan kajian stimulant mesokosmos system sanitasi setempat.
3.      Mahasiswa dapat mengetahui tentang ekotoksikologi system sanitasi terpusat.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Tinjauan Praktik
Kualitas air limbah adalah fluktuatif sesuai pola aktifitas penghasil limbah. Pengolahan air limbah membutuhkan kuantitas konstan sesuai dengan kapasitas bangunannya. Hasil kuantitas air limbah adalah konstan. Masalah perbedaan status kuantitas itu diselesaikan dengan penyediaan bak penampung air limbah.
Mutu air limbah adalah fluktuatif sesuai pola aktifitas penghasil limbah. Sejauh ini penetapan proses pengolahan air didasarkan atas hasil analisis fisik, kimia dan microbial yang dilakukan secara laboratories. Analisis laboratories dilakukan secara berulang waktu guna mengetahui mutu terburuk dan kecendrungan perulangan mutunya. Jumlah parameter baku mutu lingkungan penerimanya sehingga dapat diperbandingkan parameter man yang membutuhkan proses pengolahan.
B.     Tinjauan Teori
Kinetika zat dalam media penampung air limbah berkaitan dengan distribusi zat, pengenceran dan transformasi zat. Demikian pula dinamika zat dalam makhluk hidup yang di deskripsikan sebagai respons biota air limbah dan hubungannya dalam proses pengolahan air limbah.












BAB III
PEMBAHASAN
A.    Teknosfer Air Limbah
Sebagaimana proses microbial air minum,  makal proses microbial untuk pengolahan air limbah memerlukan perlakuan sama. Batasan-batasan beban pengolahan, efisiensi proses dan pemantauan proses, kesemuanya dapat menggunakan kaidah ekotoksikologi. Terlebih adlah pembuangan air limbah terolah ke lingkungan baik pembuangan apa adanya maupun pembuangan untuk pemnfaatan akuakultur dan agrikultur. Jaminan mutu bagi pembuangan air libah terolah untuk berbagai keperluan tersebut memerlukan kajian ekotoksikologi tidak hanya untuk berbagai keperluan tersebut memerlukan kajian ekotoksikologi. Penerapan ekotoksikologi tidak hanya untuk instalasi pengolahan air limbah skala besar sentralistik, juga untuk skala kecil termasuk perumahan dan bangunan individual. Salah satu contoh adalah desain bed evapotranpirasi ir libah memerlukan kajian fitotoksikologi dan mikrotoksikologi.
Dengan demikian, penerapan ekotoksikologi dalam system penyediaan air limbah etidaknya mencakup:
1.      Komponen Sistem :
a.       Pengolahan air limbah sanitasi setempat, terutama berkaitan dengan proses microbial dalam bed resapan dan proses kombinasi fitoteknologi dalam bed evapotranspirasi.
b.      Pengolahan air limbah sanitasi terpusat, yang meliputi penanganan teknologi pengolahan air limbah dari sumber air limbah sampai dengan hasil air limbah terolah yang siap pemanfaatan berbagai kebutuhan.
2.      Pengendalian mutu air libah :
a.       Peringatan dini (early warning system) mutu air limbah dari sumber asal. Perihal ini sangat penting untuk pengendalian proses pengolahan air limbah.
b.      Penjaminan mutu hasil proses dan dalam hal penggunaan air limbah untuk pemanfaatan.
Kebutuhan proses ditinjau melalui dua asprk berkait. Pertama adalah aspek perlakuan proses, yang mencakup proses fisik, kimiawi, dan microbial baik digunakan tersendiri maupun kombinasinya. Kedua adalah aspek hasil proses, yang mencakup proses pemisahan (separasi) zat dari larutan dan perubahan struktur (transformasi) zat menjadi bentuk lain yang tidak berbahaya. Sedimentasi awal adalah contoh perlauan proses secara fisik untuk menghasilkan pemisahan partikel dari air. Kolam aerasi adalah contoh perlakuan proses secara fisik untuk menghasilkan transformasi zat secara microbial.
Pemantauan mutu air, baik untuk air limbah maupun air limbah dilaksanakan dengan analisis laboratories parameter mutu. Analisis kandungan zat-zt fisik kimiawi membutuhkan waktu berhari-hari. Jika ternyata air mengandung zat berbahaya, maka masalah telah menyebar dan pengendaliannya terlambat. Dalam kondisi demikian, maka konstribusi ekotoksikologi adalah memberikan indicator sebagai peringatan dini terjadinya masalah.
B.     Kajian Stimulan Mesokosmos Sistem Snitasi Setempat
1.      Teknologi Resapan Tanah
Berdasarkan pengamatan lapangan di banyak kota besar, praktek sanitasi setempat yang ada mengunakan resapan tanah an modifikasi setempat.
AIR LIMBAH
TANGKI SEPTIK SEKALIGUS BED/ SUMUR RESAPAN
AIR TANAH TERCEMAR AIR LIMBAH
 












AIR LIMBAH
     

TANGKI SEPTIK SEKALIGUS BED/ SUMUR RESAPAN
Got/ saluran drainase
AIR TANAH TERCEMAR AIR LIMBAH
SALURAN TERCEMAR AIR LIMBAH
 






AIR LIMBAH
Pada gambar di atas biasa diterapkan pada perumahan yang masih terdapat lahan bebas dan tersedia saluran drainase. Penerapan tangki septic sekaligus menjadi sumur resapan. Alasannya adalah untuk memperlama waktu pengurasan tangki septic, yang biasanya 2-3 tahun menjadi 8-10 tahun. Dengan alasna sama, sebagian rumah mengarahkan pipan keluar tangki septic tidak masuk resapan tanah namun masuk ke saluran drainase. Praktek  terkahir itu menyebabkan saluran drainase terisi air limbah sepanjang musim.
TANGKI SEPTIK SEKALIGUS BED/ SUMUR RESAPAN

BED/ SUMUR RESAPAN
 
     
 

Got/ saluran drainase
AIR TANAH TERCEMAR AIR LIMBAH
 




Gambar di atas biasa ditemui pada perumahan yang cukup tersedia lahan bebas untuk penempatan tangki septic dan sumur resapan terpisah. Ketiga jenis penerapan sanitasi setempat yang ada menghasilkan pencemaran air tanah dalam ukuran nitrat melebihi 75 mg L-1, yang melebihi baku mutu air minum. Dalam kondisi demikian air limbah tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber air minum tanpa pengolahan yang memadai.
2.      Mesokosmos Mikrotoksikologi Bed Resapan
Bed resapan air limbah dalam tanah merupakan sarana pengolahan  alamiah menggunakan mikroba tanah yang ada. Kelayakan penggunaan bed resapan tidak semata dikaji secara kuantitatif berdasarkan kemampuan tanah meresapkan air limbah, namun perlu kajian kualitatif berdasarkan kemampuan mikroba pengolahan air limbah.
(bagian atas tertutup rapat)
TABUNG
 
Setelah 24 jam larutan
dititrasi u/ mendapatkan
CO2 tertangkap
Tabung berisi NaOH (atau KOH) 1m
 
                                      Udara bebas

C6H12O6 + 6O2                                      6 CO2 + 6 H2O
BED/SUMUR RESAPAN
 
    Aliran dari
Tangki septik                         
                                                                                                                                     

3.      Teknologi Bed Evapotranspirasi
Dalam kondisi bed respan yang ada tidak mampu memproses air limbah, maka sanitasi setempat yang ada dapat diperbaiki menggunakan teknologi bed evapotranspirasi menggunakan tumbuhan diaas sumur resapan yang ada dengan dua pilihan. Pilihan fitoteknologi air limbah sanitasi setempat meliputi :
a.      bed evapotranspirasi resapan (BER).
b.      Bed evapotranpirasi (BE).
Kemampuan kedua jenis bed evapotranspirasi untk memproteksi mut air tanah ditambah dengan keuntungan perluasan RTH skal mikro perumahan. Ragam jenis tumbuhan rumput-rumputan, tumbuhan herbal, tumbuhan berkayu, mampu mentranspirasikan air limbah dalam jumlah melebihi resapan. Disamping itu, ragam tumbuhan mampu mengolah fluktuasi mutu air limbah. Bed evapotranspirasi sebagian besar dalam kondisi aerobic sehingga hasil transformasi pencemar terbesar adalah mineral dan gas karbon dioksida. Keduanya menjadi masukan siap saji bagi kebutuhan tumbuhan yang ada. Proses demikian benar adnya dengan indicator tumbuhan bed evapotranspirasi tumbuh subur.
4.      Mesokosmos Fitotoksikologi Bed Evapotranspirasi
Penelitian stimulasi laboratorium terhadap teknologi bed evapotranspirasi dilakukan untuk menurunkan nitrat sekitar 100 mg/L dalam air limbah menggunakan tumbuhan rumput gajah , kacang tanah, dan bayam tahun.percobaan konsntrasi nitrat adalah lebih tinggi disbanding temuan yang diperoleh untuk mengantisipasi.
C.    Ekotoksikologi Sistem Sanitasi Terpusat
1.      Teknologi Modul
Teknologi modul adalah penerapan sanitasi kolektif sejumlah bangunan yang dapat direplikasi untuk tempat-tempat lain. Sanitasi kolektif membutuhkan sarana perpipaan untuk menghasilkan air limbah menuju tempat pengolahan air limbah. Karenanya teknologi modul adalah sanitasi terpusat skala kecil. Teknologi modul adalah tahapan pengembangan untuk sanitasi terpusat skala kota.
Kontribusi ekotoksikologi pada sanitasi modul adalah sama dengan sanitasi setempat. Mikrotoksikologi berperan dalam penetapan lokasi bed resapan air limbah. Fitotoksikologi berperan dalam penggunaan bed evapotranspirasi.
2.      Teknologi Tepusat
a.      Kajian Stimulan Fitotoksikologi
Teknologi sanitasi terpusat dicirikan oleh kuantitas besar air limbah dan jenis air limbah yang terolah. Untuk pengolahan air limbah secara fitotoksikologi maka perlu diperhatikan jenis tumbuhan yaitu :
i.                    Jenis tumbuhan dapat tumbuhan air untuk mengolah lombah cair dan tumbuhan tanah untuk mengolah lumpur hasil pengolahan.
ii.                  Jenis tumbuhan dipilih berdasarkan indeks pompa tumbuhan, RGR dan kemampuan absorpsi berbagai zat pencemar.
iii.                Kemampuan tumbuhan untuk mengalihkan aliran limbah dari bak pengolahan menuju udara, dan efek zat terhadap tumbuhan.
Aliran air limbah dari bak penampungan melalui akar dan masuk ke dalam tumbuhan serta kaluar ke udara sebagai aliran transpirasiadalah penting dalam pengolahan air limbah.
b.      Konsentrasi Zat dan Efek Luas Daun
Zat-zat kimia tidak lepas semuanya ke udara melainkan sebagian mengalami ikatan dengan lignin tumbuhan (lignifikasi) dan/atau mengalami transformasi menjadi bentuk lain. Hasilnya adalah jumlah zat kimia yang leralirkan melalui akar adalah lebih sedikit yang keluar melalui daun.
c.       Penilian Efisiensi Proses Pengolahan Berbasis Konsentrasi Zat
Contoh :
CODo=300mg/L
Contoh :
CODi = 100mg/L
Proses Mikrobial
Contoh :
Bak Imhoff Anaerobik
Efisiensi proses pengolahan air limbah pada umumnya dinilai berdasarkan besaran penurunan konsentrasi zat dalam suatu bak pengolah (contohnya bak imhoff anaerobic dan bak sedimentasi). Metode tersebut didasari pencapaian hasil berbasis konsentrasi zat.



                                                                                                                               
d.      Penilaian Efisiensi Proses Pengolahan Berbasis Toksisitas Zat
Kelemahan penilaian efisiensi penurunan konsentrasi zat untuk proses hayati bagi air limbah dapat disubtitusi oleh penilaian efisiensi penurunan toksisitas zat (Etoks). Metode toksisitas zat dapat dilaksanakan menggunakan uji mikrotoksisitas di tempat pada titik pasokan dan titik hasil bak pengolah.
e.       Tanggap Darurat Proses Hayati
Instalasi fitoproses eceng gondok sebagai sara tanggap darurat diketengahkan


Contoh:
CODi = 1000 mg/L
Proses Tumbuhan
Contoh:
BAK ECENG GONNDOK
Contoh :
CODo = 100 mg/L
 



                                                                                                                                                                                         

Dalam maksud pembuangan air limbah ke perairan dan penggunaan hasil air limbah untuk pemanfaatan lahan agrikultur, metode penilaian efisiensi proses dapat menggunakan uji mikrotoksisitas, biotoksisitas dan fitotoksisitas secara terpadat.















BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Uji ekotoksisitas diperlukan dan penting untuk fitoteknologi sanitasi setempat, terpusat dan lahan agrikultur maupun akuakultur, terutama untuk penilaian efisiensi proses pengolahan bebasis toksisitas zat, tanggap darurat proses hayati dan penjaminan mutu air limbah. Dengan pengolahan air limbah menggunakan tanaman seperti eceng gondok dapat menurangi toksisitas limbah sehingga lingkungan kita akan sedikit terbebas dari zat yang berbahaya seperti air limbah.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar