BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Infeksi cacing usus masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk
Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan
yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing.
Di era globalisasi
seperti saat ini suatu negara dituntut untuk dapat bersaing dengan
negara-negara lain. Khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia,
ini adalah kesempatan untuk mengejar ketinggalan agar tidak tersisihkan dari
persaingan global. Karena hal tersebut pemerintah wajib untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, faktor yang sangat menentukan kemajuan suatu negara adalah faktor
kesehatan masyarakatnya.
Namun masih banyak hambatan untuk menyehatkan masyarakat salah satunya
adalah masih tingginya kasus penyakit infeksi seperti penyakit infeksi yang
disebabkan oleh cacing terutama yang ditularkan melalui tanah. Hal ini
disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi serta kondisi sanitasi
yang buruk dan beberapa kebiasaan yang berhubungan dengan kebudayan masyarakat.
Di Indonesia, infeksi cacingan merupakan masalah
kesehatan yang sering dijumpai. Angka kejadian infeksi cacingan yang tinggi
tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban
udara yang tinggi serta tanah yang subur yang merupakan lingkungan yang optimal
bagi kehidupan cacing. Infeksi cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun
di perkotaan. Hasil survei Cacingan di Sekolah Dasar di beberapa propinsi pada
tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua
umur berkisar antara 40% - 60%. Hasil Survei Subdit Diare pada tahun 2002 dan
2003 pada 40 SD di 10 provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% -
96,3% .
Pada banyak penelitian, intensitas dan prevalensi infeksi
cacingan meningkat pada anak-anak dan remaja. Kurva intensitas menurun sejalan
dengan bertambahnya usia. Puncak intensitas terjadi antara umur 5-10 tahun
untuk Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, sedangkan
cacing tambang pada umur 10 tahun.
B.
Runusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dari Ascaris
Lumbricoides ?
2. Bagaimana penyebaran dari Ascaris
Lumbricoides ?
3. Bagaimana taxonomi dari Ascaris
Lumbricoides ?
4. Bagaimana marfologi dari Ascaris
Lumbricoides ?
5. Bagaimana habitat dari Ascaris
Lumbricoides ?
6. Bagaimana siklus hidup dari Ascaris
Lumbricoides ?
7. Bagaimana penyebab penyakit
Ascariasis ?
8. Bagaimana pencegahan dari penyakit
akibat Ascaris Lumbricoides?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dari
Ascrasis Lumbricoides.
2. Untuk mengetahui penyebaran dari
Ascrasis Lumbricoides.
3. Untuk mengetahui taksonomi dari
Ascrasis Lumbricoides.
4. Untuk mengetahui marfologi dari
Ascrasis Lumbricoides.
5. Untuk mengetahui habitat dari
Ascrasis Lumbricoides.
6. Untuk mengetahui siklus hidup dari
Ascrasis Lumbricoides.
7. Untuk mengetahui penyebab penyakit
dari Ascrasis Lumbricoides.
8. Untuk mengetahui pencegahan dari
Ascrasis Lumbricoides.
D.
Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah
dari Ascrasis Lumbricoides.
2. Mahasiswa dapat mengetahui penyebaran
dari Ascrasis Lumbricoides.
3. Mahasiswa dapat mengetahui taksonomi
dari Ascrasis Lumbricoides.
4. Mahasiswa dapat mengetahui marfologi
dari Ascrasis Lumbricoides.
5. Mahasiswa dapat mengetahui habitat
dari Ascrasis Lumbricoides.
6. Mahasiswa dapat mengetahui siklus
hidup dari Ascrasis Lumbricoides.
7. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab
penyakit dari Ascariasis.
8. Mahasiswa dapat mengetahui
pencegahan dari Ascrasis Lumbricoides.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Ascaris Lumbricoides

Gambar 1.2 : Ascaris Lumbricoides
Pada akhir 1600an, peneliti bernama
Edward Tyson, berkebangasaan Inggris, menulis deskripsi detail dari cacing
tersebut, walaupun fakta penyakit ascariasis telah diuraikan dan pengobatannya
telah terdokumentasi beberapa abad sebelum kontribusi Tyson. Buku karangan
Veslius merupakan buku yang dipelajari oleh Tyson. Buku tersebut menguraikan
tentang Lumbricus teres (teres berarti bumi) yang boleh jadi merupakan sebab
dari infeksi A. lumbricoides. Studi anatomis membutuhkan ilustrasi gambar yang
baik serta deskripsi verbal, karena itulah hasil kerja Tyson tersebar luas
kedalam beberapa disiplin ilmu.
Hasil kerja Tyson berisi tentang
ilustrasi parasit usus yang dibedah untuk pertama kalinya. Ada pula ilustrasi
yang menjelaskan tentang perbedaan parasit jantan dan betina serta ilustrasi
telurnya. Namun Tyson memandang rendah kemampuan parasit betina dalam
memproduksi telur. Dia menjelaskan bahwa hanya sekitar 1000 telur yang
dihasilkan oleh tiap parasit, namun investigasi terbaru menunjukkan hasil bahwa
satu cacing betina dapat menghasilkan sampai 200.000 telur per hari selama 1-2
tahun masa hidupnya. Karenanya akan mudah melihat sebuah endemik terjadi di
suatu daerah hanya karena infeksi dari beberapa organisme saja. Tyson juga
menjelaskan bahwa cacing bereproduksi secara seksual di dalam usus besar, namun
dia tidak menunjukkan hubungan bagaimana cacing tersebut bisa sampai di
usus.
B.
Penyebaran Ascaris Lumbricoides
Ascaris
tersebar diseluruh dunia, dengan frekuensi terbesar berada di negara tropis
yang lembab dimana angka prevalensi kadang kala mencapai diatas 50%. Angka
prevalensi dan intensitas infeksi biasanya paling tinggi pada anak-anak antara
usia 3 dan 8 tahun. Di Amerika Serikat, Ascaris umumnya ditemukan dikalangan
imigran yang berasal dari negara berkembang.
Cacing Ascaris lumbricoides mempunyai
distribusi geografis kosmopolit ( dapat berkembang di seluruh dunia ), tetapi
lebih banyak terdapat didaerah tropis dengan kondisi sanitasi yang buruk. Tanah
liat dengan kelembapan tinggi dan suhu yang berkisar antara 25◦C-30◦C sangat
baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides sampai menjadi bentuk
infektif.
Dapat menyerang semua usia tetapi
lebih banyak menyerang anak-anak karena kelompok usia anak-anak lebih sering
tidak memperhatikan higiene yang baik. Hal ini diperburuk dengan perilaku anak
yang tidak baik seperti tidak mencuci tangan setelah buang air besar, Setiap
kali mandi tidak menggunakan sabun, tidak mencuci kaki dan tangan dengan sabun
setelah bermain di tanah, tidak menggunakan alas kaki ketika bermain dan keluar
dari rumah, kebersihan kuku tidak dijaga dengan baik.
C.
Taksonomi Ascaris Lumbricoides
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Phasmida
Ordo : Rhabdidata
Subordo : Ascaridata
Family : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
D.
Morfologi Ascaris Lumbricoides
Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 2 stadium dalam perkembangannya,
yaitu :
1.
Telur : telur fertil, infertil
dan yang telah mengalami dekortikasi

Gambar 2.2 :
Telur Ascaris Lumbricoides
2.
Bentuk dewasa

Gambar 3.2 :
Cacing Ascaris Dewasa
Stadium telur spesies ini
berbentuk bulat oval dan ukurannya berkisar antara 45 – 75 mikron x 35 – 50
mikron. Telur Ascaris lumbricoides
sangat khas dengan susunan dinding telurnya yang relatif tebal dengan bagian
luar yang berbenjol-benjol. Dinding telur tersebut tersusun atas tiga lapisan,
yaitu :
1.
Lapisan luar yang tebal dari
bahan albuminoid yang bersifat impermiabel.
2.
Lapisan tengah dari bahan hialin
bersifat impermiabel ( lapisan ini yang memberi bentuk telur )
3.
Lapisan paling dalam dari bahan
vitelline bersifat sangat impermiabel sebagai pelapis sel telurnya.
Telur cacing ini sering ditemukan
dalam 2 bentuk, yaitu telur fertile (dibuahi) dan telur yang infertile
(tidak dibuahi). Telur fertil yang belum berkembang biasanya tidak memiliki
rongga udara, tetapi yang telah mengalami perkembangan akan didapatkan rongga
udara. Pada telur fertile yang telah mengalami pematangan kadangkala mengalami
pengelupasan dinding telur yang paling luar sehingga penampakan telurny tidak
lagi berbenjol-benjol kasar melainkan tampak halus. Telur yang telah mengalami
pengelupasan pada lapisan albuminoidnya tersebut sering dikatakan telah
mengalami proses dekortikasi. Pada telur ini lapisan hialin menjadi lapisan
yang paling luar.Telur infertil; bentuknya lebih lonjong, ukuran lebih besar,
berisi protoplasma yang mati sehingga tampak lebih transparan.
Pada stadium dewasa, cacing
spesies ini dapat dibedakan jenis kelaminnya. Biasanya jenis betina memiliki
ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan jantan. Pada bagian kepala
(anterior) terdapat 3 buah bibir yang memiliki sensor papillae, satu pada
mediodorsal dan 2 buah pada ventrolateral. Diantara 3 bibir tersebut terdapat
bucal cavity yang berbentuk trianguler dan berfungsi sebagai mulut. Jenis
kelamin jantan memiliki ukuran panjang berkisar antara 10 – 30 cm
sedangkan diameternya antara 2 – 4 mm. Pada bagian posterior ekornya melingkar
ke arah ventral dan memiliki 2 buah spikula. Sedangkan jenis kelamin betina
panjang badannya berkisar antara 20 – 35 cm dengan diameter tubuh antara 3 – 6
mm. Bagian ekornya relatif lurus dan runcing.
Cacing betina dewasa mempunyai
bentuk tubuh posterior yang membulat (conical), berwarna putih kemerah-merahan
dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 -
35 cm dan memiliki lebar 3 - 6 mm.
Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya
12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing
betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral. Kepalanya
mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan mempunyai gigi-gigi
kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan
untuk memasukkan makanan (Soedarto, 1991).
Pada potongan melintang cacing
mempunyai kutikulum tebal yang berdampingan dengan hipodermis dan menonjol
kedalam rongga badan sebagai korda lateral. Sel otot somatik besar dan panjang
dan terletak di hipodermis; gambaran histologinya merupakan sifat tipe
polymyarin-coelomyarin.
Alat reproduksi dan saluran
pencernaan mengapung didalam rongga badan, cacing jantan mempunyai dua buah
spekulum yang dapat keluar dari kloaka dan pada cacing betina, vulva terbuka
pada perbatasan sepertiga badan anterior dan tengah, bagian ini lebih kecil dan
dikenal sebagai cincin kopulasi. Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk
ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif
dan berisi satu sel tunggal.
Sel ini dikelilingi suatu membran
vitelin yang 2001 digitalized by USU
digital libary tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut
terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun.
Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh
lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau berdungkul
(mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh
zat kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated).
Didalam rongga usus, telur memperoleh warna
kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada
dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44
mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid
yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.
E.
Habitat Ascaris Lumbricoides
Ascaris Lumbricoides atau yang sering dikenal
dengan cacing gelang mempunyai habitat di usus halus manusia sehingga disana
cacing gelang menghisap banyak nutrisi dan karena ukurannya yang besar
menghambat penyerapan nutrisi oleh usus yang lama kelamaan dapat menyebabkan
anak menderita gizi buruk.
F.
Siklus Hidup Ascaris Lumbricoides

Gambar 4.2 : Siklus Hidup Ascaris
Bentuk infektif bila tertelan oleh manusia dengan menetas diusus halus.
Larvanya akan menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru,
larva yang ada di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus
masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan
bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga akan menimbulkan
rangsangan pada faring. Selanjutnya larva akan masuk ke saluran pencernaan dan
di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa akan melakukan
perkawinan sehingga cacing betina akan gravid dan bertelur. Telur cacing akan
bercampur dengan faeces manusia. Pada saat buang air besar telur keluar bersama
faeces dan berada di alam (tanah) untuk menjadi matang. Telur matang tertelan
kembali oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi telur. Satu putaran
siklus hidup Ascaris lumbricoides
akan berlangsung kurang lebih selama dua bulan.
G.
Penyebab Penyakit Askariasis

Gambar 5.2 : Penyakit Ascariasis
Telur ascaris
yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini telur menjadi
larva
1. Larva ini
menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar dan paru
2. Banyaknya larva
di paru-paru menimbulkan gejala Loefller
Syndrome/ Atypical Pneumonia
3. Larva mencapai
epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi cacing dewasa,
cacing betina bertelur lagi
4. Perjalanan
cacing hingga menjadi dewasa ± 3 bulan
Cacing masuk ke dalam tubuh manusia
lewat makanan atau minuman yang tercemar telur-telur cacing. Umumnya, cacing
perut memilih tinggal di usus halus yang banyak berisi makanan. Meski ada juga
yang tinggal di usus besar. Penularan penyakit cacing dapat lewat berbagai
cara, telur cacing bisa masuk dan tinggal dalam tubuh manusia. Ia bisa masuk
lewat makanan atau minuman yang dimasak menggunakan air yang tercemar. Jika air
yang telah tercemar itu dipakai untuk menyirami tanaman, telur-telur itu naik
ke darat. Begitu air mengering, mereka menempel pada butiran debu. Telur yang
menumpang pada debu itu bisa menempel pada makanan dan minuman yang dijajakan
di pinggir jalan atau terbang ke tempat-tempat yang sering dipegang manusia.
Mereka juga bisa berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Setelah masuk ke
dalam usus manusia, cacing akan berkembang biak, membentuk koloni dan menyerap
habis sari-sari makanan. Cacing mencuri zat gizi, termasuk protein untuk
membangun otak.
Setiap satu cacing gelang memakan
0,14 gram karbohidrat dan 0,035 protein per hari. Cacing cambuk menghabiskan
0,005 milimeter darah per hari dan cacing tambang minum 0,2 milimeter darah per
hari. Kalau jumlahnya ratusan, berapa besar kehilangan zat gizi dan darah yang
digeogotinya. Seekor cacing gelang betina dewasa bisa menghasilkan 200.000
telur setiap hari. Bila di dalam perut ada tiga ekor saja, dalam sehari mereka
sanggup memproduksi 600.000 telur.
Infeksi ringan cacing gelang biasanya
tidak menimbulkan gejala sedangkan pada infeksi yang parah akan menimbulkan
gejala gangguan gastrointestinal, kurang gizi, perut buncit dan lesu/ kurang
semangat. Penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascaris Lumbricoides adalah
ascariasis.
H.
Pencegahan Ascaris Lumbricoides
1. Pencegahan Primer
Melakukan promosi kesehatan yaitu
pendidikan kesehatan dan penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik,
hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti tidak menggunakan tinja sebagai
pupuk tanaman, sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan
dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun, sayuran segar (mentah) yang
akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci bersih dan disiram lagi dengan
air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama
bertahun-tahun. Juga peyuluhan tentang pentingnya buang air besar di jamban,
tidak di kali atau di kebun untuk menghindari penyebaran dan penyakit ini.
Proteksi spesifik dengan melakukan
pengobatan massal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan
askariasis.
2. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini terhadap orang yang
mempunyai risiko terkena penyakit askariasis ini. Mengobati
dengan tepat penderita askariasis
3. Pencegahan Tersier
Membatasi ketidakmampuan penderita
askariasis dengan memberikan pengobatan pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal,
Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama
tiga hari berturut-turut, Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi
tidak boleh digunakan selama hamil atau melakukan operasi pembedahan apabila
pengobatan secara oral sudah tidak memungkinkan lagi.
Berdasarkan
pada siklus hidup dan sifat telur cacing
ini, maka upaya pencegahan dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Memberi
penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
2. Melakukan usaha
aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai
jamban.
3. Tidak
mengunakan tinja sebagai pupuk tanaman. Sebelum melakukan persiapan makan dan
hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan mengunakan sabun.
4. Bagi yang
mengkonsumsi sayuran segar ( mentah ) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih
dan disiram lagi dengan air hangat.
5. Mengadakan
pengobatan massal setiap 6 bulan sekali di daerah endemic ataupun daerah yang
rawan terhadap penyakit ascariasis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ascaris
lumbricoides atau yang lebih dikenal dengan cacing gelang
merupakan salah satu cacing yang merugikan bagi manusiadari kelas Nematoda
dalam Filum Nemathelminthes. Hospes parasit ini adalah manusia. Telur cacing Ascaris lumbricoides yang berada pada
makanan ataupun tangan yang tidak bersih, akan masuk ke dalam tubuhdan tumbuh
berkembang hingga dewasa di dalam usus manusia. Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 2 stadium
dalam perkembangannya, yaitu :
1. Telur : telur fertil, infertil dan yang telah mengalami dekortikasi
2. Bentuk dewasa.
Stadium telur spesies ini berbentuk bulat oval dan ukurannya berkisar
antara 45 – 75 mikron x 35 – 50 mikron. Telur Ascaris lumbricoides sangat khas dengan susunan dinding telurnya
yang relatif tebal dengan bagian luar yang berbenjol-benjol. Dinding telur
tersebut tersusun atas tiga lapisan, yaitu :
1. Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifat impermiabel.
2. Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermiabel ( lapisan ini yang
memberi bentuk telur )
3. Lapisan paling dalam dari bahan vitelline bersifat sangat impermiabel
sebagai pelapis sel telurnya.
Di Indonesia
prevalensi Ascariasis tinggi, frekuensinya antara 60% sampai 90%
terutama terjadi pada anak-anak. Diagnosa pasti untuk Askarisasis yaitu
dengan cara menemukan telur cacing dewasa pada feses. Pengobatan untuk
seseorang yang mengidap penyakit cacingan Ascaris,
dapat dilakukan pengobatan secara farmasi maupun tradisional.
B.
Saran
1.
Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging
sapi dan daging ikan).
2.
Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
3.
Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan
cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.
4.
Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat,
tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki
septik, agar tidak mencemari sumber air.
5.
Bila sudah terjadi infeksi Ascaris lumbricoides maka penderita harus segera di beri obat
cacingan atau segera di bawa ke dokter untuk tindakan lebih lanjut.
6.
Dan yang terpenting, jagalah higiene masing-masing
personal serta sanitas lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar