Selasa, 21 Juni 2016

wafatnya HAM



MATA KULIAH        : PKn
DOSEN                       : ANDI RUHBAN ST, M. Si
 

Wafatnya Hak Asasi Manusia
 







DISUSUN OLEH
NAMA       :        MIFTAHUL JANNAH ISMAIL
NIM           :        PO.71.3.221.14.1.021
TINGKAT :        I.A


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.III

Wafatnya Hak Asasi Manusia
ilustrasi : acelebrationofwomen.org
Ketika saya mendengar jawaban Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Tedjo Edhy Purdijatno, saat ditanya mengenai penuntasan Kasus Munir dan Kasus Pelanggaran HAM lalu,beliau hanya menjawab dengan 3 kata saja,”LUPAKAN MASA LALU”. (Solopos.com)
Pernyataan Tedjo Edhy Purdijatno itu  jauh dari sikap intelektual seorang menteri yang  memegangi bidang HAM.Saya sendiri sebagai seorang Mahasiswa Hukum yang menaruh minat pada bidang Politik dan HAM,mengintrepretasikan pernyataan Tedjo Edhy Purdijatno sebagai tanda bahwa HAM di negeri ini sudah ‘Innalilahi wa innalillahi roji’un” alias wafat.  Dan pada saat Jokowi menyampaikan kuliah umum dalam rangka Hari Anti-Korupsi dan HAM,beliau hanya membahas masalah korupsi saja. Jokowi tutup mulut soal HAM ( apakah ini tanda pengecut? ). Selain korupsi,ada masalah yang juga akut di Indonesia,yaitu Supremasi Hukum dan HAM.
Sistem Demokrasi dan Hak Asasi Manusia adalah dua hal yang saling terkait. Ibarat dua sisi dalam satu mata koin. Sistem Demokrasi yang stabil akan menuntut tegaknya perlindungan HAM di suatu negara demokratis seperti Indonesia.
Setelah Reformasi 1998,UUD 1945 sudah direvisi sebanyak 4 kali ( 1999,2000,2001 dan 2002 ). Di dalam revisinya pemerintah menambah pasal-pasal tentang HAM sebagai jaminan perlindugan HAM bagi Warga Negara Indonesia sesuai tuntutan Kaum Reformis.
Rentetan Peristiwa Kelabu
Pada tahun 1996 terjadi kudeta yang dilakukan oleh PKI. Demi menjaga Ideologi Pancasila, Angkatan Darat dan seluruh elemen masyarakat  melakukan pembersihan ( yang lebih tepat disebut ‘pembantaian’) pada anngota,simpatisan,antek-antek,serta mereka yang berbau PKI. Sekitar 200.000 ribu manusia mati mengenaskan ditangan clurit,bayonet dan samurai. Sementara di Jawa Tengah,Jawa Timur dan Bali tersebar 70.000 tahanan PKI yang tersebar di kamp-kamp kosentrasi. Pembunuhan,penahanan tanpa surat,penculikan dan tidak adanya proses hukum menjadi awal sejarah pelanggran HAM berat di Indonesia. Dengan mengatasnamakan Pancasila,Soeharto mampu mentup ‘cacat’ hukum di depan seluruh rakyat Indonesia (  Tabir-Tabir Kelam: Kisah G30/S/PKI )
Tahun 1998,demonstrasi besar-besaran terjadi di Jakarta dan Solo. Soeharto diturunkan secara ‘paksa’ oleh Kaum Reformis. Dalam aksi demonstrasi,terjadi kerusuhan dibeberapa tempat seperti Semanggi dan Trisakti. Mahasiswa dan Militer terjadi chaos. Akibatnya banyak terjadi penculikan dan pembunuhan  pada mahasiswa. Ada 13 aktivis yang sampai sekarang belum ada kejelasan dan kepastian hukum,salah satu aktivis terkenal  yang menjadi korban adalah Whiji Thukul.
Berbeda dengan kasus Pembantaian Massal PKI/1996 dan Hilangnya Aktivis 1998, kasus Munir Said Thalib sangat berbau politis dan balas dendam. Sebelumnya saya membuat artikel khusus mengenai kasus munir. ( Kasus Munir dan Mendobrak Nyali Jokowi )
Selain itu masih ada kasus pelanggaran HAM lainnya seperti, Peristiwa Malari 1974,Peristiwa Tanjung Priok 12 Septemebr 1984 serta Tragedi Talangsari 7 Februari 1989. Total ada 6 kasus Pelanggaran HAM berat di Indonesia dalam kurun waktu 48 tahun ( belum kasus pelanggaran HAM ringan lainnya yang jumlahnya puluhan). Yang paling terbaru tentu kasus  pelanggaran HAM di Pania,Papua.
Hukum yang Terlantung-lantung
Dari jumlah kasus pelanggaran HAM yang saya sebutkan diatas, sampai sekarang Pemerintah belum mampu memberikan fakta siapa yang bersalah atas peristiwa yang telah merengggut  HAM  rakyat Indonesia tersebut. Pemerintah yang seharusnya memainkan peran dalam menegakan rule of law,seakan bersifat apatis dan acuh tak acuh. Paling jauh,pemerintah hanya minta maaf ke public. Tentu,kata ‘maaf’ tidak sebanding dengan para keluarga yang ditinggalkan. Yang sampai sekarang masih mengharapkan kepastian hukum,seperti  yang dialami istri Munir,Suciwati. Atau mereka yang sudah patah semangat karena tidak mungkin mendapatkan kebenaran atas nama hukum  di Indonesia. Mereka percaya,”Kebenaran di Indonesia hanya ada di Langit”. Dan ketika harapan mereka jatuh pada Pemerintah Jokowi yang (dianggap) pro-rakyat, Menko Polhukam  mematahkan harapan mereka dengan jawaban konyol,” LUPAKAN MASA LALU”.
Siapa yang pantas disalahkan? “Para puncuk pimpinan negeri ini”. Entah dari zaman Soeharto sampai sekarang masa Jokowi,mereka pantas untuk disalahkan. Saya kira jika dari dulu Pemerintah mau menyelesaikannya, hal itu tentu sangat mudah dengan adanya suatu ‘kekuasaan’ yang sah. Dengan kekuasaan para pemimpin kita bisa menangkap para penjahat HAM yang mungkin sampai sekarang masih berada dibalik pemerintah.
Harkat dan Martabat kita berada pada Supremasi Hukum. Dasarnya jelas. Kita Negara yg berlandaskan Hukum .Jika Hukum di negeri ini ( terutama HAM) tidak bisa ditegakan,lantas apa yang menjadi jaminan bahwa untuk kedepannya,rakyat Indonesia akan merasa AMAN ? Besok mungkin salah satu keluarga kita meninggal karena dibunuh atau diculik. Dan saat penyelidikannya mengambang tanpa kejelasan bertahun-tahun,seorang Menteri akan berkata,”LUPAKAN MASA LALU”. Apakah kita bisa menerima akan hal ini? TENTU TIDAK.
Wafatnya HAM
Pernyataan yang dikeluarkan  Menko Polhukam, menjadi tanda bahwa HAM di Indonesia sudah wafat setelah sekian lama ’sekarat’ .Yang sebenarnya HAM di Indonesia tanpa pernah lahir dan hidup.  Dan hukum di Indonesia bukanlah suatu ‘kepastian’ meski telah dijamin oleh beribu-beribu pasal dan ayat yang njlimet.Hukum sekarang hanya beruba suatu ‘ harapan’ atau lebih tepatnya ‘keajaiban’.
Mungkin kita harus membuat lelucon dengan dibangunnya sebuah Tugu yang memperingati Wafatnya HAM di Indonesia. Hari wafatnya disamakan ketika Menko Polhukam berkata,”LUPAKAN MASA LALU”. Yaitu tanggal 4 Desember 2014. Jadi kita akan tahu reaksi beliau pada saat melihat Tugu tersebut. Apakah beliau akan tetap berkata,”LUPAKAN MASA LALU?”.

KOMENTAR
            Menurut saya sendiri pada masa pemerintahan bapak jokowi ni memang 1 hal yang sangat harus kita perbaiki yaitu masalah HAM yang ada di Indonesia karena apabila memang HAM di Indonesia di katakana sudah wafat maka Negara kita bias hancur.
            Sebaiknya kita sebagai warga Negara Indonesia tidak selalu berpikir yang bersifat negative kepeda pemrinthan bapak jokowi karena yang seharusnya kita lakukan adalah mendorong agar bapak Jokowi dapat menyelesaikan rentetan permasalah HAM yang ada di Indonesia.
            Dan bapak Jokowi juga harus tegas dalam kepastian hokum yang ada di Indonesia agar supaya masyarakat kita juga mendapatkan keadilan hokum yang ada di Negaranya sendiri, agar HAM di Negara kita akan terlahir kembali, dan menurut saya tentang kasus kasus pelanggran ham di masa lalu harus benar benar di selesaikan karena apabila itu tetap di tutup tutupi maka pelanggaran HAM yang selanjutnya akan semakin banyak di sebabkan oleh kebohongan kebohongan di masa sebelumnya.
Jadi bapak Jokowi memang harus sangat tegas dalam mengatasi hal ini dan jangan berusaha untuk melupakan HAM di Indonesia, karena HAM itu merupakan hal yang mutlak harus di miliki suatu Negara, karena apabila HAM itu sendiri di katakana telah wafat maka sama halnya dengan Negara kita sendiri juga sudah dapat di katakana telah wafat, karena apa gunanya suatu Negara tanpa ada hak asasi yang di miliki setiap insane yang ada di dalamnya.
Pemerintahan Jokowi JK harus selalu menegaskan kepada para menteri hokum dan keamanannya untuk segera menangani masalah HAM dan kepastian hokum lainnya, karena, di pemerinthan Jokowi JK ini masih seumur jagung jadi apabila maslah HAM di Indonesia terus ditutupi maka akan menyyebabkan masa pemerintahannya tidak akan lama dan pasti akan terdapat banyak orang yang akan menyesalkan hal ini, karena apabila satu masalah tidak dapat di selesaikan dengan baik, maka akan timbul masalah masalah lain yang bias di katakana jauh lebih basar dari pada masalah ini.
Akan tetapi, kita sebagai warga Negara juga tidak boleh bersikap apatis, karena perbaikan HAM bukan hanya dari pemerintahan itu sendiri tetapi kita juga sebagai warga Negara itu sendiri harus turut serta menghidupkan HAM di Negara kita, arena kesadaran yang timbul dari kita sendiri, dapat emrubah semua hal yang dulunya tabuh, menjadi terungkap.
Jadi, kita sebagai warga Negara harus terus memberikan semangat dan kepercayaan kepada pemerintah kita yang sekarang untuk menyelesaikan masalah ini, namun, tetap kita harus terus mengawasinya dalam menjalankan hokum ini, karena kita sebagai mahasiswa harus bersifat kritis dalam setiap kejadian, jangan bersifat apatis dan kita juga harus menegakkan HAM kita, dan kepada pemerintahan yang sekarang ini, saya hanya berpesan untuk menegakkan HAM di Negara kita, agar Negara kita bias sejahtera muliailah dengan hal yang kecil agar kedepannya akan menjadi sesuatu yang baik, dan bersikap tegas dalam menyelesaikan masalah ini jangan pernah memberikan harapan palsu kepada rakyat yang telah memberikanmu kepercayaan yang sangt tinggi, karena apabila kepercayaan itu di rusak maka akan menjadi suatu boomerang untuk diri sendiri, jadi, bapak Jokowi harus benar benar menghidupkan permasalah HAM yang ada di Indonesia jangan pernah menutup nutupi semuanya, agar rasa kebanggaan Negara kita sendiri akan menjadi besar ketika, pemimpinnya dapat bersikap tegas dan mampu menelesaikan rentetan permasalahn yang ada di Indonesia dengan baik, dan menyamaatakan hokum untuk semuanya, baik itu orang yang kurang mampu dan orang kaya, karena dengan melakukan itu, maka HAM Negara kita dapat hidup kembali dan Negara yang kita banggakan ini dapat terus maju dan sejahtera, dan dpat ,mewujudkan cita cita Negara kia selam ini di UUD1945. TERIMA KASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar